Rabu, 21 Juli 2010

Mahasiswa dan Agent Of Change

Gelar Mahasiswa merupakan tingkatan tertingi dari strata pendidikan di negri ini. Selain merupakan tingkat teratas dalam rantai pendidikan, mahasiswa juga dikenal sebagai agen perubahan atau agent of change (kerennya). Selain gelar agen of change mahasiswa juga merupakan pilar-pilar demokrasi negri ini. Pemberian gelar agen perubahan oleh rakyat terhadap mahasiswa dikarenakan, rakyat berharap kepada mahasiswa agar menjadi pelita dalam gelap. Secara tidak langsung mahsiswa telah berperan sebagai pembela rakyat. Pembela nasib-nasib rakyat dan pembela dari kebijakan-kebijakan yang kontra terhadap rakyat. Rakyat sangat mengharapkan kepada para mahasiswa agar membela kepentingan mereka. Karena sesungguhnya dalam almamater seorang mahasiswa terdapat 20% uang-uang rakyat.

Melihat keadaan mahasiswa-mahasiswa belakangan ini apakah gelar agen perubahan (agent of change) masih pantas disandang oleh mereka. Gelar agent of change saat ini malah menjadi ambigu akibat ketidaksesuaian dengan kenyataannya. Meskipun saat ini organisasi-organisasi kemahasiswaan baik yang intra kampus atau ekstra kampus banyak bermunculan tetapi tetap tidak bisa memperbaiki citra mahasiswa yang kian hari kian buruk dimata rakyat. Organisasi kemahasiswaan intra kampus kebanyakan hanya dijadikan ajang eksistensi mahasiswa atau hanya di gunakan sebagai ajang ”unjuk gigi” dan organisasi ekstra kampus banyak yang dijadikan alat pengeruk massa oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mahasiswa kini telah lupa akan tugas yang diembannya, telah melupakan dari mana mereka berasal. Bahkan parahnya Mahasiswa telah membentuk suatu kelas baru dalam kehidupan bermasyarakat.

Mahasiswa yang diharapkan akan membela rakyat atas hak-haknya malah kini berubah menjadi strata baru dalam kehidupan sosial. Mahasiswa saat ini sudah lupa akan adanya mereka, serta fungsi hakiki mereka. Tanggung jawab mereka hanyalah sebatas pada diri mereka sendiri. Tidak adalagi yang namanya ”atas nama rakyat” dan maka dari itu janganlah heran jika ada sekelompok mahasiswa aksi di pinggir jalan tidak diperdulikan oleh rakyat. Rakyat sudah tidak percaya lagi dengan semua hal yang di usung oleh para mahasiswa. Rakyat sudah terlebih dahulu disakiti maka jangan harap akan mau percaya lagi. Mengapa hal ini dapat terjadi, dan apakah dampaknya bagi kehidupan bernegara.

Mengapa hal ini dapat terjadi pertama, mahasiswa pasca reformasi tingkat intelektualitas tinggi tetapi tingkat kesadaran akan fungsinya yang rendah. Mengapa rendah karena, mereka kurang melatih kepekaan mereka terhadap segala peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Meskipun belakangan banyak aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Berbagai jenis dan model aksi serta beragam topik di usung dalam setiap aksi. Tetapi mengapa rakyat tetap pasif ? karena, mahasiswa model sekarang jarang atau tidak sama sekali mengikut sertakan rakyat dalam setiap aksinya. Pengikut sertaan bukan berarti rakyat dan mahasiswa berbondong-bondong turun ke jalan. Tetapi yang dimaksudkan pengikut sertaan adalah kurangnya proses penyadaran mahasiswa terhadap rakyat. Berbeda dengan mahasiswa-mahasiswa pra-reformasi yang selalu mengikut sertakan rakyat dalam setiap aksinya. Bagaimana caranya? Caranya dapat melalu forum-forum diskusi terbuka. Cara ini sering dilakukan oleh Soekarno atau Tan Malaka dalam menggalang massa dan cara ini merupakan cara termudah untuk pendidikan rakyat khususnya pendidikan politik.

Lalu jika direfleksikan dengan keadaan mahasiswa kita saat ini bagaimanakah apakah masih layak gelar agen of change disandang. Kemudian jangan harap rakyat akan mendukung segala tindakan mahasiswa. Ada pepatah lama engatakan bahwa ”tak kenal maka tak sayang”. Pepatah ini sangat tepat jika digunakan sebagai cerminan hbungan mahasiswa kita dengan rakyat. Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, dinegara Korea Selatan dan Venezuela mahasiswanya didukung penuh oleh rakyat. Hal ini dikarenakan mahasiswa kedua negara tersebut setelah menjadi mahasiswa tetap tidak melupakan dari mana mereka berasal. Hal ini sangat terbalik 180 derajat dengan yang terjadi di negri kita. Dimana mahasiswanya lupa akan dari mana mereka berasal dan terlalu terbuai akan sebuah kondisi yang sungguh pragmatis.

Tetapi tidak semua mahasiswa telah lupa akan semua tujuan serta tugas mereka, karena masih banyak mahasiswa-mahasiswa yang ingat akan tugas yang diembannya selain tugas akademiknya. Mahasiswa yang seperti itulah yang dibutuhkan oleh rakyat, yang benar-benar sebagai agent of change. Meskipun jumlahnya kini tidak banyak, mengapa hal demikian dapat terjadi dikarenakan kebanyakan mahasiswa menganggap bahwa tugas mereka hanyalah menuntut ilmu dan pengabdian kepada rakyat hanya bisa dilakukan setelah mereka tidak lagi menjadi mahasiswa. Jadi, jika keadaan mahasiswa kita masih seperti ini apakah gelar agen perubahan atau agent of change masih layak disandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar