Minggu, 05 Desember 2010

Membedah Sukarno Muda


Oleh : Harris Malikus M*

Peter Kasenda seorang Sarjana Sastra Universitas Indonesia dalam skripsinya yang diujikan tahun 1987 berhasil menemukan kepiawaian, strategi teknis seorang anak bangsa. Lewat bukunya “Sukarno Muda, Biografi Pemikiran 1926-1933” mencoba mengurai segenap benang merah terbentuknya nation−Indonesia.

Siapa tidak mengenal Soekarno? Seorang proklamator sekaligus founding fathers Indonesia. Begitu banyak buku dan essay mengenai sang orator ini. Adanya pembabakan pemikiran Soekarno menjadi ciri khas buku ini. Sebagai seorang yang sering menulis tentang Soekarno sedari duduk di bangku kuliahan Kasenda, melihat bahwa kepiawaian Soekarno dalam mempersatukan ideology sebagai momentum lahirnya kesadaran akan pentingnya merdeka dari Belanda.

Soekarno muda memulai kariernya pada usia 25 tahun di Algemeene Studi Club –sebuah kelompok studi. Pada tahun 1926/27 tulisannya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme di muat dalam Soeloeh Indonesia Moeda.Usianya yang tergolong lebih tua ketimbang Hatta yang pada usia 16 tahun sudah menjadi Bendahara Jong Sumatranen Bond di Padang, Semaun yang pada usia 18 tahun sudah menjadi seorang ketua Syarikat Islam, serta Tan Malaka yang pada usia 20 sudah menjai ketua PKI, tidak membuat semangat seorang Soekarno kendor.

Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme adalah salah satu ide pokok Soekarno sebagai seorang sinkretisme. Pemersatu berbagai ideologi dengan pertimbangan konteks sosial masyarakat di Indonesia. Latar belakang yang menjadikan Soekarno membuat tema diatas sebagai kegelisahannya atas timbulnya berbagai perselisihan akibat ketiga ideologi ini.

Semisal, SI yang pecah dengan PKI. PKI dianggap terlalu mementingkan intenasionale Komunis, sedangkan SI dianggap PKI sebagai sarang atau kiblat perjuangan Pan-Islamisme, sehingga keduanya terpecah. Kendati demikian lewat nasionalismenya Soekarno berusaha mendamaikan ketiga aliran tersebut.

Massa aksi untuk Mactshvorming

Perjuangan lewat mengumpulkan aksi massa dan berpidato, serta menggelar rapat rapat akbar di halaman terbuka menjadi ciri khas perjuaangan yang dilakuakan oleh Soekarno. Kebenciannya kepada Imperialisme modern serta kolonialisme Belanda membuatnya tegas dalam perjuangan.

Perjuangan akan berhasil apabila kekuatan massa aksi sudah terdidik dan sering melakukan rapat besar, yang nantinya akan menjadi teror bagi pemerintahan Hindia Belanda. Teror – teror tersebut kemudian akan berubah menjadi kekuasaan politik bagi golongan pribumi, yang dalam konsep Marxian diterjemahkan menjadi Mactshvorming.

Garis politik perjuangan Soekarno adalah lewat perjuangan non-kooperasi dengan tidak duduk dalam Volksrad serta menggalang kuatnya kerumunan massa yang siap menumpas dan mengusir penjajah dari negeri Indonesia.

Keyakinannya akan garis politik tersebut di sampaikan pada sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1966. “Dalam keadaan bagaimanapun sulitnya, saya ulangi bagaimanapun sulitnya, jangan sekali kali melepaskan self-realience. Percaya pada kekuatan sendiri. Jiwa self-help, atau dinamakan jiwa berdikari.... yang ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan terhadap Imperiaisme. Berdikari bukan hanya tujuan tetapi tidak kurang adalah cara kita mencapai tujuan itu−prinsip untuk melakukan pembangunan dengan tidak menggunakan dana bantuan negara atau bangsa lain.”

Marxisme telah memberikan pisau tajam analisis sosial masyarakat Indonesia bagi Soekarno. Untuk itulah cita-citanya yang luhur adalah bagaimana Indonesia bisa merdeka. Selanjutnya Indonesia merdeka adalah salah satu gerbang emas untuk mencapai keadilan kesejahteraan bersama. Sama rata, sama bahagia.

Uraian Kasenda tentang pemikiran Soekarno dan pemikiran politiknya berhenti pada soal cita-cita luhur Soekarno untuk mempersatukan bangsa Indonesia dibawah satu panji ‘Nasionalaisme’ agar rakyat Indonesia dalam perjuangannya tidak lagi mudah untuk di pecah belah oleh Imperialisme modern yang selalu menggunakan taktik licik politk “adu domba.”

Membaca buku ini seoalah membedah gagasan radikal soal kebangsaan dan kepercayaan diri sebagai Indonesia. Indonesia yang dalam masa kapitalisme global seolah menghadapi banyak musuh yang abstrak. Pasalnya, musuh abstrak nan absurd yang dihadapi sekarang ini hanyalah sebuah transformasi Imperialisme dan Kolonialisme zaman belanda menjadi Neo-Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim).

Membedah Sukarno Muda

Oleh : Harris Malikus M*

Peter Kasenda seorang Sarjana Sastra Universitas Indonesia dalam skripsinya yang diujikan tahun 1987 berhasil menemukan kepiawaian, strategi teknis seorang anak bangsa. Lewat bukunya “Sukarno Muda, Biografi Pemikiran 1926-1933” mencoba mengurai segenap benang merah terbentuknya nation−Indonesia.

Siapa tidak mengenal Soekarno? Seorang proklamator sekaligus founding fathers Indonesia. Begitu banyak buku dan essay mengenai sang orator ini. Adanya pembabakan pemikiran Soekarno menjadi ciri khas buku ini. Sebagai seorang yang sering menulis tentang Soekarno sedari duduk di bangku kuliahan Kasenda, melihat bahwa kepiawaian Soekarno dalam mempersatukan ideology sebagai momentum lahirnya kesadaran akan pentingnya merdeka dari Belanda.

Soekarno muda memulai kariernya pada usia 25 tahun di Algemeene Studi Club –sebuah kelompok studi. Pada tahun 1926/27 tulisannya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme di muat dalam Soeloeh Indonesia Moeda.Usianya yang tergolong lebih tua ketimbang Hatta yang pada usia 16 tahun sudah menjadi Bendahara Jong Sumatranen Bond di Padang, Semaun yang pada usia 18 tahun sudah menjadi seorang ketua Syarikat Islam, serta Tan Malaka yang pada usia 20 sudah menjai ketua PKI, tidak membuat semangat seorang Soekarno kendor.

Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme adalah salah satu ide pokok Soekarno sebagai seorang sinkretisme. Pemersatu berbagai ideologi dengan pertimbangan konteks sosial masyarakat di Indonesia. Latar belakang yang menjadikan Soekarno membuat tema diatas sebagai kegelisahannya atas timbulnya berbagai perselisihan akibat ketiga ideologi ini.

Semisal, SI yang pecah dengan PKI. PKI dianggap terlalu mementingkan intenasionale Komunis, sedangkan SI dianggap PKI sebagai sarang atau kiblat perjuangan Pan-Islamisme, sehingga keduanya terpecah. Kendati demikian lewat nasionalismenya Soekarno berusaha mendamaikan ketiga aliran tersebut.

Massa aksi untuk Mactshvorming

Perjuangan lewat mengumpulkan aksi massa dan berpidato, serta menggelar rapat rapat akbar di halaman terbuka menjadi ciri khas perjuaangan yang dilakuakan oleh Soekarno. Kebenciannya kepada Imperialisme modern serta kolonialisme Belanda membuatnya tegas dalam perjuangan.

Perjuangan akan berhasil apabila kekuatan massa aksi sudah terdidik dan sering melakukan rapat besar, yang nantinya akan menjadi teror bagi pemerintahan Hindia Belanda. Teror – teror tersebut kemudian akan berubah menjadi kekuasaan politik bagi golongan pribumi, yang dalam konsep Marxian diterjemahkan menjadi Mactshvorming.

Garis politik perjuangan Soekarno adalah lewat perjuangan non-kooperasi dengan tidak duduk dalam Volksrad serta menggalang kuatnya kerumunan massa yang siap menumpas dan mengusir penjajah dari negeri Indonesia.

Keyakinannya akan garis politik tersebut di sampaikan pada sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1966. “Dalam keadaan bagaimanapun sulitnya, saya ulangi bagaimanapun sulitnya, jangan sekali kali melepaskan self-realience. Percaya pada kekuatan sendiri. Jiwa self-help, atau dinamakan jiwa berdikari.... yang ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan terhadap Imperiaisme. Berdikari bukan hanya tujuan tetapi tidak kurang adalah cara kita mencapai tujuan itu−prinsip untuk melakukan pembangunan dengan tidak menggunakan dana bantuan negara atau bangsa lain.”

Marxisme telah memberikan pisau tajam analisis sosial masyarakat Indonesia bagi Soekarno. Untuk itulah cita-citanya yang luhur adalah bagaimana Indonesia bisa merdeka. Selanjutnya Indonesia merdeka adalah salah satu gerbang emas untuk mencapai keadilan kesejahteraan bersama. Sama rata, sama bahagia.

Uraian Kasenda tentang pemikiran Soekarno dan pemikiran politiknya berhenti pada soal cita-cita luhur Soekarno untuk mempersatukan bangsa Indonesia dibawah satu panji ‘Nasionalaisme’ agar rakyat Indonesia dalam perjuangannya tidak lagi mudah untuk di pecah belah oleh Imperialisme modern yang selalu menggunakan taktik licik politk “adu domba.”

Membaca buku ini seoalah membedah gagasan radikal soal kebangsaan dan kepercayaan diri sebagai Indonesia. Indonesia yang dalam masa kapitalisme global seolah menghadapi banyak musuh yang abstrak. Pasalnya, musuh abstrak nan absurd yang dihadapi sekarang ini hanyalah sebuah transformasi Imperialisme dan Kolonialisme zaman belanda menjadi Neo-Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim).

Selasa, 30 November 2010

SIRKUS KELILLING SANG AGENT PENGHIBUR




...Hiruk pikuk lingkungan kampus serta organisasinya yang berjualan karcis dan kacang goreng...”


Pagi itu mentari bersinar terang sekali, kicau burung dan triakan tukang Koran memecah keheningan. Sekitar pukul 10 pagi saya tiba di depan kampus dengan berkendaraan sebuah sepeda motor kepunyaan orang tua. Setelah mengambil karcis parkir yang harganya Rp 1000,- saya meneruskan jalan dan memarkirkan sepeda motor di depan minimarket kampus. Saya cukup khawatir meluhat parkiran yang penuh sesak bahkan tak ada selah untuk motor mengambil jarak. Dalam hati saya mengumpat dan mengutuk kebijakan kampus ini. Kampus sudah BHP tapi bukan lebih baik malah tambah semerawut. Malah lebih tertata lapangan parkir di pinggir jalan yang tanpa karcis. Tapi yang memalingkan pikiranku dan pandangan ku dari urusan parkir adalah segerombolan mahasiswa yang berarak keliling kampus sambil menumpang mobil bak terbuka dan berteriak. Mereka meneriaki ”Mari, Kecam Kekejaman Amerika Terhadap Palestina...!!!”. dalam hati saya berbicara apakah ini yang disebut Social Movment mahasiswa. Sungguh terlalu.

Memang kampusku terkenal akan sejarahnya. Konon disinilah dulu tempat para mahasiswa-mahasiswa yang berjiwa melawan menuntut ilmu. Namun itu dahulu dan kini sudah lain ceritanya. Kampus yang bertitlle ”green campus..” yang terletak di jantung Ibu Kota yang menyimpan butir-butir memori yang berbeda dari masa dahulu. Salah satu yang tidak dapat bisa dilupakan ialah mengenai Pergerakan Mahasiswa. Mahasiswa merupakan mahluk yang katanya memiliki intelektualitas tinggi dan memiliki peran dalam mobilitas suatu bangsa. Kehadiran mereka merupakan produk dari situasi yang didorong oleh perubahan suatu sikap politik rezim.

Padahal tidak diragukan lagi sepak terjang kaum intelektual dalam pergolakan sejarah indonesia yang dimulai pada penumbangan rezim Soekarno pada tahun 65. mereka dengan gagah berani turun kejalan dengan mengusung isu ”Awas Bahaya Laten Komunis!!” berhasil menjungkirkan sebuah rezim. Tetapi sialnya mereka harus menerima dosa turunan hinga kini karena meembantu rezim diktatorat militar naik menjadi penguasa. Kemudian pada awal 1998 mereka berhasil menghapus dosa turunan tersebut. Tetapi bukanlah kebaikan yang tersebar malah yang ada mereka oara mahasiswa yang iktut turun kejalan pada pristiswa reformasi kini malah ikut-ikutan menjadi anjing sebuah rezim yang penuh borok.

Dengan menyadang gelar ”Agent of Change” mereka merasa adalah jantung rakyat dan pahlawan rakyat. Untuk itu mereka banyak yang masuk dalam wadah-wadah yang di sebut Organisasi Mahasiswa. Kini pasca-reformasi Organisasi-organisasi mahasiswa bak jamur di musim hujan. Berbagai organisasi dengan berbagai idiologi banyak berdiri. Para mahasiswa yang merasa memiliki tanggung jawab berbondong-bondong masuk sebagai anggota baru. Mereka cenderung tidak peduli oleh latar belakang organisasi tersebut. Mereka hanya mendengan kata ”katanya..” dari para seniornya. Persetan dengan tujuan maka eksistensi dirilah dan ingin tampil beda yang membuat mereka tertarik.

Untuk awalnya mereka menjajaki kaki di arena organisasi, mereka memilih yang legal kampus yang biasa di sebut dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Sebenarnnya organisasi ini adalah sebuah mesin FAX penyampai pesan dari mahasiswa ke jurusan atau fakultas atau bahkan ke universitas mereka. Mereka didik untuk menjadi manusia yang siap untuk memimpin dan berjuang bersama rakyat. Latihan-latihan kepemimpinan dilaksanakan setiap tahun dan menghabiskan banyak sekali biaya. Tetapi sungguh sayang setelah mereka berhasil dan menjadi anggota mereka hanya menjadi sampah dari organisasi itu sendiri. Salah satu teman saya mengatakan bahwa BEM adalah tempat untuk terkenal dan menghabiskan waktu luang. Selebihnya adalah tempat pengumpul sertifikat. Sungguh ironi mendengarnya dimana seharusnya BEM dijadikan faximili bagi mahasiswa malah kini berubah menjadi mesin EO yang tak berguna dan benar-benar menjadi Eksekutif.

Saya pernah berbincang dengan seorang dosen yang dahulunya adalah seorang ketua BEM. Menurut presepsinya segala urusan dan kebijakan jurusan yang merugikan mahasiswa adalah tugas dari BEM untuk menyambung aspirasi mahasiswa agar mahasiswa mendapatkan haknya kembali. Dahulu BEM sering melakukan berbagai aksi-aksi. Mulai dari aksi demostrasi hingga aksi melalu aksara. Tetapi kini yang terjadi bukanlah demikian. Banyak yang berkata bahwa hal-hal tersebut adalah sebuah kebodohan semata. Fungsi BEM sebagai FAX tak berjalan sebagai mestinya malah lebih mirip BEM itu adalah sebuah wayang yang dapat digerakan dengan sesukanya. Jika si dalang suka terhadap hal-hal duniawi (hedonisme) maka tak ayal BEM kini diubah menjadi suatu badan Entertaiment yang fungsinya penghibur. Seperti karnaval sirkus keliling yang hanya berfikir untuk menjual karcis kepada para penonton dan berhasil membodohinya.

Setelah menempuh jalan legalitas biasanya para mahasiswa mencari organisasi ekstra yang sesuai dengan pandangannya. Organisasi-organisasi beraliran Islam, Sosialis, nasionalis, Kerakyatan atau bahkan Kesukuan banyak bermunculan. Bagai seorang pedagang kakai lima mereka semua berebut lapak di sebuah kempus. Bahkan kampusku tidak terkecuali. Setelah era 2005 menjadi basis sebuah PARPOL yang Goblok tak tahu aturan kini Kampusku menjadi basis organisasi ekstra kampus yang bersifat monoreligius. Tak ayal mahasiswa yang tidak meimiliki bekal pandangan mengenai organisasi-organisasi ekstra kampus berbondong-bongdong masuk dalam ”wadah” tersebut.

Mereka tidak tahu bahwa kini oeganisasi baik yang intra kampus dan intern banyak di jadikan mesin-mesin pengeruk massa. Mereka beraksi layaknya sebuah dalang dalam sebuah permainan wayang. Pemainnya tak lain dan tak bukan adalah para mahasiswa sendiri. Mereka memasuki salah satu organ ekstra kampus dan mereka mengikuti pelatihan kader yang isinya tak ayal adalah doktrin-doktrin kesesatan dan kepalsuan. Merekalah para mahsiswa yang buta akan sebuah pandangan. Bagi saya melihat mereka itu lucu. Karena seperti sebuah kuda yang mengenakan kacamatanya mereka tak dapat melihat keselilingnya. Akibat doktrin-doktrin dan dogma-dogma mereka berubah menjadi kuda yang berjalan tanpa melihat kiridan kanan.

Gerakan Mahasiswa kini bukan hanya mati suri, mereka lebih cocok dikatakan seperti patung sebuah benda mati yang dibentuk menyerupai makhluk hidup. Mereka tidak mampu mengakomodir isu-isu yang berkembang. Hal itu disebabakan dari doktinisasi yang mereka terima. Label kebanggaan sebagai ”Agent of Change..” yang disematkan didada setiap mahasiswa sudah tak berlaku lagi. Sebutan tersebut hanyalah sebuah romantisme masa lalu. Seperti halnya sebuah saputangan yang menutupi sebuah borok yang busuk. Bahkan mereka tidak pernah melakukan fungsi advokasi dan penyadaran terhadap masyarakat kecil yang tertindas oleh struktur suatu sistem yang dibuat secara terstruktur.

Mengapa hal ini dapat terjadi, suatu ironis saya bilang. Karena yang saya tahu ada 20% keringat rakyat dalam setiap almamater mahasiswa, dalam setiap hal-hal kampus mahasiswa. Tetapi mengapa mahasiswa kini seperti lupa akan kulitnya. Malah sepertinya mahasiwa membentuk sebuah kelas baru dalam lingkup sosial masyarakat. Dimana seorang mahasiswa lebih tinggi tingkat sosialnya ketimbang seorang tukang becak atau penjaja koran. Disinilah yang membuat saya merasa miris. Gerakan Mahasiswa terlihat lesu tak bergairah ditengah semangat untuk hidup rakyat jelata. Ini dikarenakan tidak adanya sebuah tradisi gerakan dalam kehidupan di kampus. Budaya berdialektika sudah dilupakan. Aktivitas-aktivitas akademis kampus seperti diskusi-diskusi sudah mereka tinggalkan. Mahasiswa seperti kehilangan jatidiri dan lupa pada asalnya.

Budaya tanding sudah lama mati dalam idea mahasiswa. Budaya hedonitas dan budaya asal nimbrung menjadi trend center bagi mahasiswa kini. Inilah yang ditakutkan oleh YB Mangunwijaya seorang budayawan yang menyatakan bahwa mahasiswa Indonesia yang kuliah dengan sebagian besar biaya ditanggung oleh rakyat, serta diharapkan menjadi pemimpin masa depan, setelah lulus kuliah justru semakin berkarakter egois, individual, serta hobi untuk mengadaikan harga diri bangsanya sendiri. Kepribadian yang tidak mandiri serta lambannya proses kedewasaan dalam menyikapi masa depan membuat mahasiswa lemah dan hilang prinsipnya hanya masalah perut dan sebuah gengsi. Ketertarikan mahasiswa kini telah beralih dari masalah sosial menjadi masalah life style. Diskusi intelektualitas berubah menjadi diskusi mode baju, pakaian, dan film-film box office terbaru. Masih layakkah kita menjadi ”Ratu Adil..” yang di idolakan rakyat semesta semua tergantung kita. Jalan kita masih panjang dan kini semakin bertambah gelap.


Yusuf

Sejarah’09

Rabu, 29 September 2010

Islam dalam Tinjauan Madilog


I s l a m

Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang Alim Ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat! Ibu Bapa saya keduanya taat dan orang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.

Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz Yasin" berkali-kali dan sebagian besar dari AL-Qur’an, diluar kepala. Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan terikat, setelah bangun sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negeri Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia.

Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau bukan sedikit. Cangkokan bahasa Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan, karena lebih cocok pada lidah kita, asal betul-betul mengadakan pengertian baru, yang tiada terbentuk pada kata Indonesia umum atau lokal, seperti perkataan akal, fikir dsb. Saya sendiri tiada sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan degan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.

Meskipun banjir ombak asik dalam senubari saja di masa usia pancaroba dilondong hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh kejadian "1917" perhatian saya tehadap Islam terus berjalan. Pengertian yang masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada berarti lagi. Yang tinggal dibawah lantai kesadaran (subconciousness) ialah kesan semata-mata. Tetapi terjemahan Qur’an ke dalam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam ke bahasa Inggris oleh "Sales dan ahli timur Maulana Ali Almarhum".

Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua sumber itu sudah cukup buat me-obor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab dan Tionghoa memang berlipat ganda lebih bisa dipercayai dari pada Ahli sejarah Hindu. Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan pesawat dan ekonominya dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan pula dilupakan, bahwa sejarah politik yang semacam itu di-tinggal-kan; tiada berseluk-beluk dan dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi, dan kelasnya masyarakat. Jadi sejarah semacam itu, walaupun sejarah politik saja adalah pincang sekali.

Tiada mengherankan kalau dalam pembacaan, saya tiada mendapati sejarah yang teratur selangkah demi selangkah, tentangan masyarakat, politik, ekonomi, dan tehnik Arab, tidak saja sebelum dan ketika Muhammad SAW mengembangkan Agama Islam, tetapi juga di dalam tempo dibelakangnya, lebih dari 1300 tahun sampai sekarang. Tidak saja di tanah Arab tempat asalnya agama Islam dan negara berkelilingnya, tetapi juga ditempat mengembangnya seperti Siria, Mesir, Spanyol, Irak, Iran, (Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara asalnya Agama Islam tumbuh dan berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan bentuk corak ini tentulah langsung atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia. Teristimewa pula karena semua bangsa dari semua agama acap berkumpul di Mekah.

Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat politik, ekonomi dan pesawat Arab asli dan akhirnya bertukar bentuk dan corak pada iklim keadaan baru di luar daerah asli, menurut pengetahuan saya masih belum ditulis. Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang ahli, boleh jadi sekali bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan pekerjaan beberapa ahli yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh jadi pula bukti yang berhubungan dengan beberapa perkara sama sekali tiada bisa diperoleh lagi. Bagaimana juga buku seperti Foundation of Christianity buat Islam masih belum lahir.

Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam dalam lebih kurang 1200 tahun sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang condong pada politik seperti pengangkatan Imam baru, menurut dan menurutkan partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan Abubakar, Umar, dan Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada satu fatihah (Imam Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (atheisme), pada lain pihak (moetazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti Wahabi, Muhammadiya dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti diseluk dengan sejarahnya politik, ekonomi, seperti bumi dan pesawat masyarakat Muslimin di Eropa Selatan, Afrika, Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku ini dan diluar kekuasaan kesempatan saya.

Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan buat pengganti buku yang masih ditulis itu, maksudnya cuma buat petunjuk (suggestion). Saya bagaimana juga tak lebih berlaku dari pada itu karena kekurangan bahan bukti, lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan Islam, ialah ke Esaan Tuhan, sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali pada tulisan yang baru lalu.

Muhamad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen. Muhammad SAW mengakui Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa menurut Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan Yahudi dan Kristen dibelakang hari.

Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan pemimpin sekurang-kurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan daud. Pada Muhammad SAW, bangsa Arab yang terdiri dari beberapa suku, dan menyembah bermacam-macam berhala itu mengharapkan pimpinan. Peperangan saudara yang kejam keji tiada putus-putusnya berlaku. Bangsa Arab teguh tegap, berdarah panas, pada negara yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan gunung batu, kurus kering, sejuk tajam di musim dingin, panas terik di musim panas, susah gelisah mengadakan nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan lazim sekali. Perniagaan ke lain negara dan dalam negarapun mesti dikawal dengan prajurit yang siap sedia menentang musuh ialah penyamun Badui yang rakus garang. Saudagar pada masa itu sama juga dengan serdadu, makin ramai penduduk Arab dan memang sudah ramai, makin sengit seru pertarungan suku dan suku. Makin banyak lelaki yang mati makin banyak pula kelebihan perempuan. Tiada mengherankan kalau mendapat anak perempuan dianggap sebagai malapetaka oleh rumah tangga Arab asli itu, apa lagi rumah tangga yang tak berpunya. Perempuan sudah terlampau banyak dan perempuan pada masyarakat semacam itu bukanlah makhluk yang bisa mencari nafkah diluar rumah tangga, melainkan dianggap satu makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan. Kalau perempuan banyak, dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu mengawininya mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian puluh. Ditengah masyarkat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah, walaupun sukunya suku kuraisy dianggap suku tertinggi di kota Mekkah, tiadalah ia seorang anak yang dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia malang atau memang beruntung kematian ibu bapa menjadi anak piatu dan dipelihara oleh paman Abdul Mutalib. Dari kecil sudah mengenal susah melarat di tengah-tengah masyarakat saling sengketa dan gelap gelita. Buah pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu dan dalam keadaan semacam itu bisa timbul paham peragai dan bumi seperti Muhammad bin Abdullah. Tetapi memang intan itu bisa diselimuti tetapi tak bisa dicampur lebur dengan lumpur.

Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata disekelilingnya makin tenang teduh pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau permusahan. Lawan dan kawan sekarangpun terlampau banyak memajukan hal, bahwa Muhammad SAW seorang Nabi. Huru hara tiada bisa disangkal, tetapi tiadalah hormat saja yang memberi petunjuk, ilham dan kiasan kepada manusia. Mata yang nyalang, telinga yang nyaring, serta otak yang cemerlang di tengah-tengah masyarakat itu sendiri lebih lekas menyampaikan seseorang pada hakekat tentang pergaulan hidup manusia dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat. Pemuda Muhammad dilatih dan tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang langsung yang saling seteru dan gelap gelita itu.

Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan peragainya dengan langsung, entah karena cerdik kepandaiannya, entah karena semuanya, janda orang kaya Chadijah berusia 40 tahun akhirnya menjatuhkan hati dan kepercayaan pada pemuda 15 tahun lebih muda ini, sesudah berjasa bertahun-tahun. Bertahun-tahun Muhammad bin Abdullah melayani perniagaan buat janda Chadijah.

Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempoh mengheningkan pikiran membanding mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan persoaan yang bertimbun-timbun jatuhnya pada pikiran yang acap terbang mealyang seperti terdapat dalam bangsa Arab, seperti tergambar dalam cerita 1001 malam itu. Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu selalu kembali ke tanah. Penerbangan bolak-balik di antara awang-awang dengan daratan itu bisa berhasil, bukanlah satu scientist seperti Newton tahu pendapat seperti Edison mesti bisa terbang dengan pikirannya ? Tetapi mereka terbang dengan benda yang nyata menurut undang-undang yang pasti pula.

Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam di gunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Langit Arabia tiada diliputi awan pada malam itu, kalau diterangi oleh bulan dan bintangnya mesti menarik perhatian seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak heran kalau pemuda Muhammad didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang mengemudikan jalannya bulan dan jutaan bintang ini, yang tetap teratur ini. Siapakah yang menjatuhkan hujan yang memberi hidupnya tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu ? Apakah asalnya dan akhirnya manusia ini ? Tiadakah ada buat mempersatukan bangsaku, memperlihatkan seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu : mengangkat bangsaku jadi obor dunia ?

Newton dan Edison diberi pusaka oleh para scientist almarhum berupa perkakas dan teori berupa laboratorium dan undang perhitungan. Tetapi pemuda Muhammad hidup lebih dari 1300 tahun yang silam. Undang apakah tentang peredaran bintang atau perhubungan hawa uap dan hujan atau undang tentang kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang sudah diketahui ? Ahli Yunani pun belum sampai kesana, kalau ada paham yang miring kesana belum tentu paham itu sampai ke telinga Muhammad bin Abdullah.

Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab dengan banding membanding pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih tinggi, dari pada yang dikenal oleh bangsanya dikelilingnya.

Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan karavan kalifah) ke Siria, barangkali juga sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan tak mustahil sampai ke Mesopotamia. Cantumkanlah d imata pembaca seorang pemuda pendiam, mata sering melayang tinggi tetapi cepat bisa menaksir barang dan uang dimukannya, kening lebar dan tinggi menandakan kecondongan pikiran pada filsafat, tetapi juga menyaring apa yang praktis bisa dijalankan. Bibir yang menandakan kemauan keras dan juga mahir lancar kalau berkata, perawakan sedang, liat cepat tahan tangkas dan berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya mendapat latihan dalam perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri biadab setengah adab dan pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam bangsa dan bahasa; percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia pancaroba dipuluhan negara dan negeri itu, semua itu mendidik penyair dan pemimpin pembesar negara dan Nabi. Huruf dan sekolah tak bisa memberi bahan hidup semacam itu, tetapi bahan hidup semacam itu bsa memberi kesempatan pada Muhammad bin Abdullah menimbulkan huruf dan sekolah baru. Tidak semuanya orang bersekolah, bisa menjadi pemimpin Tuhan, tetapi buat seseorang pemimpin Tuhan tiadalah sekoah saja jalan buat menyampaikan maksudnya buat melaksanakan sifatnya.

Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus bertarung diantara suku dan sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa Asing, sedikit dikenal oleh dunia luarnya, sudah sampai ke tingkat persatuan satu bangsa satu bahasa dan satu pemimpin.

Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin Abdullah tertarik oleh tuhan Esanya, Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan itu lebih terang ke Esaan-nya pada pertaruangan lahir batin yang seru sengit yang mesti dijalankan dengan jasmani dan rohani yang mesti dipimpin oleh satu kemauan, maka kesangsian atas ke Esaannya Tuhan, pemimpin yang Maha Tahu dan Maha Tahu itu bisa menewaskan si petarung, Satu Tuhan itulah yang dibutuhkan oleh Arabia. Ketika Muhammad bin Abdullah yang buta huruf itu cuma sedikti tahu tentang agama Kristen, dikatakan oleh mereka bahwa Muhammad bin Abdullah mendapat pengetahuan itu dari mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen. Mereka lupakan keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah memasuki gereja Katholik di Asia Barat ia berkata :"Ini cuma rumah berhala lain". Sekarang pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki gereja Katholik di Ruslan atau Rome, di Jerman atau di Indonesia, kalau orang melihat patungnya nabi Isa dan ibunya maryam yang dipuja dan tak mengherankan kalau orang netral mendapat kesan seperti kesan memasuki rumah berhala Hindu atau Budha. Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata rohani. Tuhan yang semata-mata rohani yang tiada dipatungkan lagi itu baru didapat sesudah Luther dan Calvin. Jadi sesudah lebih kurang 1500 tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun nabi Muhammad wafat. Dalam gereja Protestan kita tak lihat lagi patung yang seolah-olah mencoba mempengaruhi manusia dengan perasaan belaka; kasihan pada nabi Isa yang tergantung dipakukan tangannya pada palang gantungan itu oleh musuhnya Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestant nyata pengaruh Islam buat seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri. dengan Yahudi Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan berada dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tiada perlu memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak. Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu perkara buat Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika berperang dengan partai Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun disini nyata buat orang yang berpikiran objectief (tenang) pengaruhnya Islam atau Nasrani seperti juga pada Yahudi.

Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada masa perjalannya nabi Muhammad bin Abdullah di Asia Barat itu tiadalah diambil bulat mentah dengan tiada kritik semata-mata. Tidak saja Muhammad bin Adullah mengambil pokok besarnya agama Yahudi dan Kristen, tetapi pada kemudian harinya Yahudi dan Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku terus terang mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW "ketunggalan" Tuhan itu ke Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada kesangsian seperti melekat pada agama Nasrani pada masa Muhamad SAW. Tentangan, terhadap agama Nasrani itu dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting sekali oleh Muslimin: bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan tidak diperanakan (Qul huallahuahad …………….dsb).

Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentangan ke Esaan Tuhan yang sempurna dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan itu yang masih belum terang benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman nabi Ibrahim, lebih-lebih pada masa Nabi Sulaiman dan kemudiannya tiada terang pula pada Kristen, Katholik, Anatolia atau Rumawi di masa Muhammad SAW, tentulah semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan terakhir but monotheisme, kalau Albert Einstein menyempurnakan teori relativity maka orang tiada berkeberatan menamainya teori itu teori Einstein. Adakah ke Esaan yang lebih pasti dan persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama Islamnya Muhammad SAW ? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan dimuka Rabbi dan mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus ? Adakah salahnya kalau Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang terakhir dan terbesar ?

Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa Muhammad sebagai rasulnya dan persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup buat mempersatukan sekalian suku Arab yang saling seteru sengketa dan peperangan terus menerus itu. Malah hal itu menimbulkan ejekan kebencian dan caci makian terhadap Muhammad yang oleh penduduk Mekah diketahui sebagai anaknya Adullah dan Aminah. Sama siapakah mereka Arab yang galak ganas itu akan takut dan apakah dunianya berbuat baik di dunia ini kalau sesudah mati semua perkara perhubungan dengan manusia itu berhenti sama sekali? Malah lebih baik jadi orang kuat, kebal, piawai pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja asal bisa dapatkan harta buat kesenangan, perempuan buat permainan dan laki-laki buat hamba sahaya. Di dunia fana inilah mesti dicari puncak kesenangan dengan mendapatkan puncak kekayaan dan kekuasaan, baik dengan jalan halal atau haram. Demikian satu pemikir luhur merasa perlu keterusannya hidup. Tidak didunia fana ini melainkan pada dunia baka pada akhirat. Dengan begitu perlu pula ada jiwa terkhusus yang bertiang dalam jasmani kita. Jasmani dan jiwa itulah kelak sesudah hari kiamat akan dibangunkan kembali dari matinya. Jasmani dan jiwa yang hidup kembali itu akan ditimbang kebaikan dan keburukannya, yang berdosa akan masuk api neraka dan yang saleh akan masuk surga dikerubungi oleh nikmat tak terhingga banyaknya ragam dan lazatnya ditempat permai damai di antara puteri bidadari cantik molek dan manis bagus parasnya, ratusan ribuan banyaknya yang taat saleh, terutama yang mati sahid akan mendapat upah yang kekal dan luhur itu. Kalau kita peramati gurun pasir dan gunung batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang dan gambarkan orang Arab dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang Islam itu surga yang tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci seperti surganya nabi Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara menarik jarum pedoman, sebelum sampai ke surga djanatunna’im itu, sesudah Muhammad SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. Banjirnya para calon syahid yang mengalir dari Arabia. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa tahan. Begitu cocok surga Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan peragai Arab.

Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa "Maha Kuasa" kalau tidak segenap umat manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan nasib manusia. Segenap detik dia bisa perhatikan matahari berjalan, bintang dan bumi beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia di matikan, sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya apapun juga, kalau Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di dunia Islam, hal ini dinamai takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini dikenal sebagai pre-destination.

Calvin bapaknya Mahzap Protestant pada abad ke 17 juga mengemukakan hal ini. Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling nekat tunggang oleh sejarah Barat, juga mengikut kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia Kristen.

Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan Tuhan mesti mengesakan kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang diluar Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu tiada absolute sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurangi maka kesempurnaannya dikurangi pula bukan?

Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi Muhammad yang paling consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen boleh memajukan kedudukan, tingginya kaum ibu maka tingginya kasih sayang dan ta’at setia pada dasar sebagai pusaka dari Nabi Isa.

Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa diangkat ke tempat yang lebih tinggi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak sedikit ahli sejarah Barat yang mengakui hal ini kalau lama dibelakang wafatnya Nabi Muhammad perempuan dikudungi, dibungkus atau ditimbun-timbunkan ke dalam haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat melepaskan nafsu lelaki, maka itu adalah berhubungan rapat pula dengan keadaan masyarakat Arab. Perkara kasih sayang Muhammad SAW juga seperti nabi Isa berhak mempunyai. Nabi Muhammad berada dalam masyarakat sebesarnya, sebagai pemimpin propaganda, pertarungan peperangan dan masyarakat.

Sedangkan nabi Isa tinggal melayang diatas langit propaganda saja tak mengatur peperangan ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab itu lebih gampang memegang dasar kasih sayang itu.

Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau menewaskan jiwanya, mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya dianggapnya saudara kandungnya, bukankah pula kaum Kristen sendiri yang mendapat kedudukan tinggi sekali dibawah itu dengan kaum Nasrani dibawah Rumawi yang berkebudayaan tertinggi pada zaman purbakala itu. Begitu juga dengan teguh tegap memegang dasar itu nabi Muhammad tiada ketinggalan. Ketika seluruh Mekah memusuhi, mengancam jiwanya, dan dalam keadaan begitu menewaskan harta dan pangkat kalau memperhatikan propagandannya nabi Muhammad bersabda: Walaupun di sebelah kiri ada bintang dan di sebelah kanan ada matahari yang melarang, saya mesti meneruskah suruhan Tuhan.

Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri dalam masyarakat, belas kasihan kepada semua manusia, taat setia pada dasar sendiri itu, ada lebih rapat berhubungan dengan masyarakat politik ekonomi, pesawat dan iklim dari pada dengan kepercayaan semata-mata, hal ini adalah diluar maksud tulisan ini. Yang dimajukan disini ialah perkara kepercayaan pada ke Tuhanan umumnya dan ke Esaan Tuhan itu terkhususnya. Sekali lagi disoalkan disini, bahwa pada Islam ke Esaan itu tentangan banyak dan sifatnya sampai ke puncak.

Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti umumnya, madilog terkhususnya sampai ke puncak pula. Pada permulaan buku ini perkara itu sudah dilaksanakan Maha Keesaan Dewa Rah. Pembaca dipersilahkan membaca bagian itu sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau diperhubungkan dengan keesaan Tuhan ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha Kuasa itu membatalkan bumi kita ini menarik matahari dan meletus serta hancur luluhlah kita ke jurusan matahari yang panas terik itu. Kalau sekiranya seperseribu satu detik saja Yang Maha Kuasa itu bisa membatalkan undang tolak tariknya sekalian bintang matahari dan bumi di Alam Raya ini seperti semua kereta diperhentikan dalam satu kota pada satu saat, maka kita manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada bumi ini akan tarikan bumi akan terpelanting ke awang-awang terus menerus terbangnya.

Jadi menurut Madilog Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula undangnya Alam Raya itu berlaku. Menurut undang Alam Raya itu bendanya itulah yang mengandung kodrat dan menurut undang itulah caranya benda itu bergerak berpadu, berpisah, menolak dan menarik dan sebagainya. Kodrat dan undangnya yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu bukti. Berhubungan dengan ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang diluar Alam Raya ini tiadalah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah diluar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh ke arah kepercayaan semata-mata. Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan persamaan masing-masing orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka menentukannya dalam kalbu sanubarinya sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan kebebasan yang saya tuntut buat diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung.


from: kawan di "comunitas Tan Malaka"

Islam dalam Tinjauan Madilog

I s l a m

Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang Alim Ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat! Ibu Bapa saya keduanya taat dan orang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.

Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz Yasin" berkali-kali dan sebagian besar dari AL-Qur’an, diluar kepala. Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan terikat, setelah bangun sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negeri Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia.

Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau bukan sedikit. Cangkokan bahasa Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan, karena lebih cocok pada lidah kita, asal betul-betul mengadakan pengertian baru, yang tiada terbentuk pada kata Indonesia umum atau lokal, seperti perkataan akal, fikir dsb. Saya sendiri tiada sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan degan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.

Meskipun banjir ombak asik dalam senubari saja di masa usia pancaroba dilondong hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh kejadian "1917" perhatian saya tehadap Islam terus berjalan. Pengertian yang masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada berarti lagi. Yang tinggal dibawah lantai kesadaran (subconciousness) ialah kesan semata-mata. Tetapi terjemahan Qur’an ke dalam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam ke bahasa Inggris oleh "Sales dan ahli timur Maulana Ali Almarhum".

Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua sumber itu sudah cukup buat me-obor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab dan Tionghoa memang berlipat ganda lebih bisa dipercayai dari pada Ahli sejarah Hindu. Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan pesawat dan ekonominya dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan pula dilupakan, bahwa sejarah politik yang semacam itu di-tinggal-kan; tiada berseluk-beluk dan dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi, dan kelasnya masyarakat. Jadi sejarah semacam itu, walaupun sejarah politik saja adalah pincang sekali.

Tiada mengherankan kalau dalam pembacaan, saya tiada mendapati sejarah yang teratur selangkah demi selangkah, tentangan masyarakat, politik, ekonomi, dan tehnik Arab, tidak saja sebelum dan ketika Muhammad SAW mengembangkan Agama Islam, tetapi juga di dalam tempo dibelakangnya, lebih dari 1300 tahun sampai sekarang. Tidak saja di tanah Arab tempat asalnya agama Islam dan negara berkelilingnya, tetapi juga ditempat mengembangnya seperti Siria, Mesir, Spanyol, Irak, Iran, (Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara asalnya Agama Islam tumbuh dan berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan bentuk corak ini tentulah langsung atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia. Teristimewa pula karena semua bangsa dari semua agama acap berkumpul di Mekah.

Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat politik, ekonomi dan pesawat Arab asli dan akhirnya bertukar bentuk dan corak pada iklim keadaan baru di luar daerah asli, menurut pengetahuan saya masih belum ditulis. Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang ahli, boleh jadi sekali bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan pekerjaan beberapa ahli yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh jadi pula bukti yang berhubungan dengan beberapa perkara sama sekali tiada bisa diperoleh lagi. Bagaimana juga buku seperti Foundation of Christianity buat Islam masih belum lahir.

Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam dalam lebih kurang 1200 tahun sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang condong pada politik seperti pengangkatan Imam baru, menurut dan menurutkan partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan Abubakar, Umar, dan Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada satu fatihah (Imam Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (atheisme), pada lain pihak (moetazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti Wahabi, Muhammadiya dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti diseluk dengan sejarahnya politik, ekonomi, seperti bumi dan pesawat masyarakat Muslimin di Eropa Selatan, Afrika, Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku ini dan diluar kekuasaan kesempatan saya.

Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan buat pengganti buku yang masih ditulis itu, maksudnya cuma buat petunjuk (suggestion). Saya bagaimana juga tak lebih berlaku dari pada itu karena kekurangan bahan bukti, lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan Islam, ialah ke Esaan Tuhan, sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali pada tulisan yang baru lalu.

Muhamad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen. Muhammad SAW mengakui Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa menurut Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan Yahudi dan Kristen dibelakang hari.

Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan pemimpin sekurang-kurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan daud. Pada Muhammad SAW, bangsa Arab yang terdiri dari beberapa suku, dan menyembah bermacam-macam berhala itu mengharapkan pimpinan. Peperangan saudara yang kejam keji tiada putus-putusnya berlaku. Bangsa Arab teguh tegap, berdarah panas, pada negara yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan gunung batu, kurus kering, sejuk tajam di musim dingin, panas terik di musim panas, susah gelisah mengadakan nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan lazim sekali. Perniagaan ke lain negara dan dalam negarapun mesti dikawal dengan prajurit yang siap sedia menentang musuh ialah penyamun Badui yang rakus garang. Saudagar pada masa itu sama juga dengan serdadu, makin ramai penduduk Arab dan memang sudah ramai, makin sengit seru pertarungan suku dan suku. Makin banyak lelaki yang mati makin banyak pula kelebihan perempuan. Tiada mengherankan kalau mendapat anak perempuan dianggap sebagai malapetaka oleh rumah tangga Arab asli itu, apa lagi rumah tangga yang tak berpunya. Perempuan sudah terlampau banyak dan perempuan pada masyarakat semacam itu bukanlah makhluk yang bisa mencari nafkah diluar rumah tangga, melainkan dianggap satu makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan. Kalau perempuan banyak, dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu mengawininya mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian puluh. Ditengah masyarkat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah, walaupun sukunya suku kuraisy dianggap suku tertinggi di kota Mekkah, tiadalah ia seorang anak yang dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia malang atau memang beruntung kematian ibu bapa menjadi anak piatu dan dipelihara oleh paman Abdul Mutalib. Dari kecil sudah mengenal susah melarat di tengah-tengah masyarakat saling sengketa dan gelap gelita. Buah pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu dan dalam keadaan semacam itu bisa timbul paham peragai dan bumi seperti Muhammad bin Abdullah. Tetapi memang intan itu bisa diselimuti tetapi tak bisa dicampur lebur dengan lumpur.

Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata disekelilingnya makin tenang teduh pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau permusahan. Lawan dan kawan sekarangpun terlampau banyak memajukan hal, bahwa Muhammad SAW seorang Nabi. Huru hara tiada bisa disangkal, tetapi tiadalah hormat saja yang memberi petunjuk, ilham dan kiasan kepada manusia. Mata yang nyalang, telinga yang nyaring, serta otak yang cemerlang di tengah-tengah masyarakat itu sendiri lebih lekas menyampaikan seseorang pada hakekat tentang pergaulan hidup manusia dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat. Pemuda Muhammad dilatih dan tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang langsung yang saling seteru dan gelap gelita itu.

Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan peragainya dengan langsung, entah karena cerdik kepandaiannya, entah karena semuanya, janda orang kaya Chadijah berusia 40 tahun akhirnya menjatuhkan hati dan kepercayaan pada pemuda 15 tahun lebih muda ini, sesudah berjasa bertahun-tahun. Bertahun-tahun Muhammad bin Abdullah melayani perniagaan buat janda Chadijah.

Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempoh mengheningkan pikiran membanding mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan persoaan yang bertimbun-timbun jatuhnya pada pikiran yang acap terbang mealyang seperti terdapat dalam bangsa Arab, seperti tergambar dalam cerita 1001 malam itu. Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu selalu kembali ke tanah. Penerbangan bolak-balik di antara awang-awang dengan daratan itu bisa berhasil, bukanlah satu scientist seperti Newton tahu pendapat seperti Edison mesti bisa terbang dengan pikirannya ? Tetapi mereka terbang dengan benda yang nyata menurut undang-undang yang pasti pula.

Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam di gunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Langit Arabia tiada diliputi awan pada malam itu, kalau diterangi oleh bulan dan bintangnya mesti menarik perhatian seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak heran kalau pemuda Muhammad didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang mengemudikan jalannya bulan dan jutaan bintang ini, yang tetap teratur ini. Siapakah yang menjatuhkan hujan yang memberi hidupnya tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu ? Apakah asalnya dan akhirnya manusia ini ? Tiadakah ada buat mempersatukan bangsaku, memperlihatkan seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu : mengangkat bangsaku jadi obor dunia ?

Newton dan Edison diberi pusaka oleh para scientist almarhum berupa perkakas dan teori berupa laboratorium dan undang perhitungan. Tetapi pemuda Muhammad hidup lebih dari 1300 tahun yang silam. Undang apakah tentang peredaran bintang atau perhubungan hawa uap dan hujan atau undang tentang kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang sudah diketahui ? Ahli Yunani pun belum sampai kesana, kalau ada paham yang miring kesana belum tentu paham itu sampai ke telinga Muhammad bin Abdullah.

Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab dengan banding membanding pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih tinggi, dari pada yang dikenal oleh bangsanya dikelilingnya.

Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan karavan kalifah) ke Siria, barangkali juga sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan tak mustahil sampai ke Mesopotamia. Cantumkanlah d imata pembaca seorang pemuda pendiam, mata sering melayang tinggi tetapi cepat bisa menaksir barang dan uang dimukannya, kening lebar dan tinggi menandakan kecondongan pikiran pada filsafat, tetapi juga menyaring apa yang praktis bisa dijalankan. Bibir yang menandakan kemauan keras dan juga mahir lancar kalau berkata, perawakan sedang, liat cepat tahan tangkas dan berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya mendapat latihan dalam perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri biadab setengah adab dan pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam bangsa dan bahasa; percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia pancaroba dipuluhan negara dan negeri itu, semua itu mendidik penyair dan pemimpin pembesar negara dan Nabi. Huruf dan sekolah tak bisa memberi bahan hidup semacam itu, tetapi bahan hidup semacam itu bsa memberi kesempatan pada Muhammad bin Abdullah menimbulkan huruf dan sekolah baru. Tidak semuanya orang bersekolah, bisa menjadi pemimpin Tuhan, tetapi buat seseorang pemimpin Tuhan tiadalah sekoah saja jalan buat menyampaikan maksudnya buat melaksanakan sifatnya.

Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus bertarung diantara suku dan sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa Asing, sedikit dikenal oleh dunia luarnya, sudah sampai ke tingkat persatuan satu bangsa satu bahasa dan satu pemimpin.

Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin Abdullah tertarik oleh tuhan Esanya, Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan itu lebih terang ke Esaan-nya pada pertaruangan lahir batin yang seru sengit yang mesti dijalankan dengan jasmani dan rohani yang mesti dipimpin oleh satu kemauan, maka kesangsian atas ke Esaannya Tuhan, pemimpin yang Maha Tahu dan Maha Tahu itu bisa menewaskan si petarung, Satu Tuhan itulah yang dibutuhkan oleh Arabia. Ketika Muhammad bin Abdullah yang buta huruf itu cuma sedikti tahu tentang agama Kristen, dikatakan oleh mereka bahwa Muhammad bin Abdullah mendapat pengetahuan itu dari mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen. Mereka lupakan keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah memasuki gereja Katholik di Asia Barat ia berkata :"Ini cuma rumah berhala lain". Sekarang pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki gereja Katholik di Ruslan atau Rome, di Jerman atau di Indonesia, kalau orang melihat patungnya nabi Isa dan ibunya maryam yang dipuja dan tak mengherankan kalau orang netral mendapat kesan seperti kesan memasuki rumah berhala Hindu atau Budha. Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata rohani. Tuhan yang semata-mata rohani yang tiada dipatungkan lagi itu baru didapat sesudah Luther dan Calvin. Jadi sesudah lebih kurang 1500 tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun nabi Muhammad wafat. Dalam gereja Protestan kita tak lihat lagi patung yang seolah-olah mencoba mempengaruhi manusia dengan perasaan belaka; kasihan pada nabi Isa yang tergantung dipakukan tangannya pada palang gantungan itu oleh musuhnya Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestant nyata pengaruh Islam buat seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri. dengan Yahudi Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan berada dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tiada perlu memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak. Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu perkara buat Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika berperang dengan partai Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun disini nyata buat orang yang berpikiran objectief (tenang) pengaruhnya Islam atau Nasrani seperti juga pada Yahudi.

Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada masa perjalannya nabi Muhammad bin Abdullah di Asia Barat itu tiadalah diambil bulat mentah dengan tiada kritik semata-mata. Tidak saja Muhammad bin Adullah mengambil pokok besarnya agama Yahudi dan Kristen, tetapi pada kemudian harinya Yahudi dan Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku terus terang mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW "ketunggalan" Tuhan itu ke Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada kesangsian seperti melekat pada agama Nasrani pada masa Muhamad SAW. Tentangan, terhadap agama Nasrani itu dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting sekali oleh Muslimin: bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan tidak diperanakan (Qul huallahuahad …………….dsb).

Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentangan ke Esaan Tuhan yang sempurna dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan itu yang masih belum terang benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman nabi Ibrahim, lebih-lebih pada masa Nabi Sulaiman dan kemudiannya tiada terang pula pada Kristen, Katholik, Anatolia atau Rumawi di masa Muhammad SAW, tentulah semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan terakhir but monotheisme, kalau Albert Einstein menyempurnakan teori relativity maka orang tiada berkeberatan menamainya teori itu teori Einstein. Adakah ke Esaan yang lebih pasti dan persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama Islamnya Muhammad SAW ? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan dimuka Rabbi dan mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus ? Adakah salahnya kalau Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang terakhir dan terbesar ?

Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa Muhammad sebagai rasulnya dan persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup buat mempersatukan sekalian suku Arab yang saling seteru sengketa dan peperangan terus menerus itu. Malah hal itu menimbulkan ejekan kebencian dan caci makian terhadap Muhammad yang oleh penduduk Mekah diketahui sebagai anaknya Adullah dan Aminah. Sama siapakah mereka Arab yang galak ganas itu akan takut dan apakah dunianya berbuat baik di dunia ini kalau sesudah mati semua perkara perhubungan dengan manusia itu berhenti sama sekali? Malah lebih baik jadi orang kuat, kebal, piawai pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja asal bisa dapatkan harta buat kesenangan, perempuan buat permainan dan laki-laki buat hamba sahaya. Di dunia fana inilah mesti dicari puncak kesenangan dengan mendapatkan puncak kekayaan dan kekuasaan, baik dengan jalan halal atau haram. Demikian satu pemikir luhur merasa perlu keterusannya hidup. Tidak didunia fana ini melainkan pada dunia baka pada akhirat. Dengan begitu perlu pula ada jiwa terkhusus yang bertiang dalam jasmani kita. Jasmani dan jiwa itulah kelak sesudah hari kiamat akan dibangunkan kembali dari matinya. Jasmani dan jiwa yang hidup kembali itu akan ditimbang kebaikan dan keburukannya, yang berdosa akan masuk api neraka dan yang saleh akan masuk surga dikerubungi oleh nikmat tak terhingga banyaknya ragam dan lazatnya ditempat permai damai di antara puteri bidadari cantik molek dan manis bagus parasnya, ratusan ribuan banyaknya yang taat saleh, terutama yang mati sahid akan mendapat upah yang kekal dan luhur itu. Kalau kita peramati gurun pasir dan gunung batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang dan gambarkan orang Arab dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang Islam itu surga yang tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci seperti surganya nabi Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara menarik jarum pedoman, sebelum sampai ke surga djanatunna’im itu, sesudah Muhammad SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. Banjirnya para calon syahid yang mengalir dari Arabia. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa tahan. Begitu cocok surga Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan peragai Arab.

Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa "Maha Kuasa" kalau tidak segenap umat manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan nasib manusia. Segenap detik dia bisa perhatikan matahari berjalan, bintang dan bumi beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia di matikan, sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya apapun juga, kalau Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di dunia Islam, hal ini dinamai takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini dikenal sebagai pre-destination.

Calvin bapaknya Mahzap Protestant pada abad ke 17 juga mengemukakan hal ini. Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling nekat tunggang oleh sejarah Barat, juga mengikut kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia Kristen.

Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan Tuhan mesti mengesakan kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang diluar Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu tiada absolute sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurangi maka kesempurnaannya dikurangi pula bukan?

Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi Muhammad yang paling consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen boleh memajukan kedudukan, tingginya kaum ibu maka tingginya kasih sayang dan ta’at setia pada dasar sebagai pusaka dari Nabi Isa.

Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa diangkat ke tempat yang lebih tinggi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak sedikit ahli sejarah Barat yang mengakui hal ini kalau lama dibelakang wafatnya Nabi Muhammad perempuan dikudungi, dibungkus atau ditimbun-timbunkan ke dalam haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat melepaskan nafsu lelaki, maka itu adalah berhubungan rapat pula dengan keadaan masyarakat Arab. Perkara kasih sayang Muhammad SAW juga seperti nabi Isa berhak mempunyai. Nabi Muhammad berada dalam masyarakat sebesarnya, sebagai pemimpin propaganda, pertarungan peperangan dan masyarakat.

Sedangkan nabi Isa tinggal melayang diatas langit propaganda saja tak mengatur peperangan ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab itu lebih gampang memegang dasar kasih sayang itu.

Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau menewaskan jiwanya, mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya dianggapnya saudara kandungnya, bukankah pula kaum Kristen sendiri yang mendapat kedudukan tinggi sekali dibawah itu dengan kaum Nasrani dibawah Rumawi yang berkebudayaan tertinggi pada zaman purbakala itu. Begitu juga dengan teguh tegap memegang dasar itu nabi Muhammad tiada ketinggalan. Ketika seluruh Mekah memusuhi, mengancam jiwanya, dan dalam keadaan begitu menewaskan harta dan pangkat kalau memperhatikan propagandannya nabi Muhammad bersabda: Walaupun di sebelah kiri ada bintang dan di sebelah kanan ada matahari yang melarang, saya mesti meneruskah suruhan Tuhan.

Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri dalam masyarakat, belas kasihan kepada semua manusia, taat setia pada dasar sendiri itu, ada lebih rapat berhubungan dengan masyarakat politik ekonomi, pesawat dan iklim dari pada dengan kepercayaan semata-mata, hal ini adalah diluar maksud tulisan ini. Yang dimajukan disini ialah perkara kepercayaan pada ke Tuhanan umumnya dan ke Esaan Tuhan itu terkhususnya. Sekali lagi disoalkan disini, bahwa pada Islam ke Esaan itu tentangan banyak dan sifatnya sampai ke puncak.

Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti umumnya, madilog terkhususnya sampai ke puncak pula. Pada permulaan buku ini perkara itu sudah dilaksanakan Maha Keesaan Dewa Rah. Pembaca dipersilahkan membaca bagian itu sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau diperhubungkan dengan keesaan Tuhan ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha Kuasa itu membatalkan bumi kita ini menarik matahari dan meletus serta hancur luluhlah kita ke jurusan matahari yang panas terik itu. Kalau sekiranya seperseribu satu detik saja Yang Maha Kuasa itu bisa membatalkan undang tolak tariknya sekalian bintang matahari dan bumi di Alam Raya ini seperti semua kereta diperhentikan dalam satu kota pada satu saat, maka kita manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada bumi ini akan tarikan bumi akan terpelanting ke awang-awang terus menerus terbangnya.

Jadi menurut Madilog Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula undangnya Alam Raya itu berlaku. Menurut undang Alam Raya itu bendanya itulah yang mengandung kodrat dan menurut undang itulah caranya benda itu bergerak berpadu, berpisah, menolak dan menarik dan sebagainya. Kodrat dan undangnya yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu bukti. Berhubungan dengan ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang diluar Alam Raya ini tiadalah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah diluar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh ke arah kepercayaan semata-mata. Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan persamaan masing-masing orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka menentukannya dalam kalbu sanubarinya sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan kebebasan yang saya tuntut buat diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung.


from: kawan di "comunitas Tan Malaka"

Rabu, 01 September 2010

Cerita Aku dan "Gie"


Beberapa waktu yang lalu aku menonton film “GIE” yang di sutradarai oleh Riri Riza dan di yang dibintangi oleh Nicholas Saputra. Film yang menceritakan tentang perjuangan seorang mahasiswa akan idealismenya, yang ”berteriak” untuk rakyatnya. Setelah saya menonoton film GIE hal pertama yang ada dalam kepala saya adalah ”apakah benar begitu?”, dan yang aku lakukan adalah mencari kebenaran diatas kebenaran. Bagiku film itu adalah secercah kesenangan yang utopis dari seorang mahasiswa penganut absolout idea. Bagiku sosok GIE adalah seorang mahasiswa yang idealis dan terlihat ’sedikit” egois.

GIE adalah merupakan sebuah fenomena ”besar” dari sebuah fenomena besar didalam sejarah gerakan kepemudaan di Indonesia terutama gerakan Mahasiswa, dimana GIE adalah seorang tokoh yang mewakili gerakan pemuda pasca angkatan 45 (angkatan 66),… tetapi ada suatu fenomena menarik dan kontroversial dari GIE, yaitu sebenarnya bagaimana pola perjuangan dari Soe Hok Gie sendiri, apakah ia seorang Sosialis, Marxist/Komunis???. Pada proses awal GIE melawati masa kecil dengan kesendirian dan dunianya. Prinsip hidupnya yang lebih baik ”terkucilkan” sebenarnya secara tak langsung telah membentuk kepribadian yang egois dan tak percaya pada orang lain. Bahkan sikap itu tak ia lepaskan sampai dia lulus SMA.

Disamping itu Gie merupakan sosok manusia yang memiliki jiwa humanisme meskipun terkadang, ia merasa bahwa ia adalah manusia special di antara manusia lainnya. Jika kita lihat pada alur film GIE, Soe Hok Gie senang membaca buku berbau ”keKirian”, seperti misalnya buku ”Marx and Engels on Religius”. Secara tak langsung Gie memahami apa itu konsep marsist dan hidup dengan kolektivitas. Tetapi seperti penjelasan yang diatas apakah pola perjuangan dan bendera ideologisnya tak ada yang tahu. Jika dilihat pada pertengahan film itu sosok Gie tidak lah memihak pada ”Kiri atau Kanan” pada saat itu. Dia berkata bahwa dia seorang netral. Tetapi mengapa ketika keadaan tengah genting dan terdesak (66) Gie merangkak ke arah ”Kanan”, dan bersama ABRI membentuk persekutuan.

Apakah Gie yang gemar berbicara tentang politik tidak tahu akan arti politik?, tidaklah mungkin itu. Dari prilaku Gie yang seperti itu yang saya tangkap adalah sifat Gie yang munafik dan tak mudah untuk menghadapi kekurangan, sikap yang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Pada saat Gie mulai merapat ke arah ”Kanan” dia mempunyai sebuah alasan, alasannya adalah ia berharap ”dengan ABRI memegang kekuasaan maka keadaan rakyat dapat berubah”. Tetapi kenyataannya ia telah membangkitkan setan yang sdang tertidur yang berkuasa selama tiga puluh dua tahun. Rezim diktator militerisme yang lebih parah dan busuk dari sebelumnya.

Di atas aku berkata bahwa Gie adalah seorang yang Absolout idea (Hegelian). Gie memang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran Marx dan Engels, bahkan Gandhi. Tetapi sikap dan prilakunya bagiku Gie tak lebih dari seorang Hegelian yang menganut absolout idea secara tak langsung atau kasarnya adalah seorang Marxisme murtad. Sifatnya yang tak berpihak dan ego, membuatnya terperangkap dalam pikirannya sendiri. Baginya kebenaran adalah dirinya dan pengetahuan juga hanya ada dalam dirinya. Bukan sosok yang mudah menerima tentang kebenaran yang di bawa oleh orang lain. Sungguh bertolak dengan apa yang dia pelajari, memperkosa nilai Marxisme. Selain itu pada awal mulanya Gie juga penganut paham Pesimisme. Hal ini tercermin dalam setiap tulisan-tulisannya.

Sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya. Dia berkata, "Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Toh, kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian".

Untuk penutup tulisan saya kita renungkan kembali perkataan dari Socrates yang di kutip oleh Gie....
“Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Bahagialah mereka yang mati muda.”. dan berakhirlah cerita mahasiswa Idealis yang tersesat dalam dirinya sendiri.

aku. .

Selasa, 31 Agustus 2010

TUA TAK LEKANG DITERPA ZAMAN



Karl Heinrich Marx lahir di Trier, sebuah kota di kawasan Rheiland Jerman (Prusia), dekat perbatasan dengan Prancis pada 5 Mei tahun 1818. Kedua orang tuanya adalh keturunan pendeta-pendeta Yahudi. Ayahnya, Heinrich Marx termasuk golongan menengah dan menjadi pengacara ternama. Sedangkan ibunya adalah puteri dari seorang pendeta Yahudi dari Belanda. Marx jebolan Universitas Hukum Bonn dan di dalam masa ini bakat filsafatnya mulai muncul. Di Berlin inilah Marx menjadi seorang hegelian (Club Young Hegelian). Anggota Hegelian adalah para pelajar yang mengkajiajaran-ajaran Hegel yang saat itu menjadi dogma dan ideology resmi di Jerman.

Setelah menyelesaikan gelar Ph. D dalam filsafat pada tahun 1841 di Bonn, Berlin, dan Jena. Maka dari sinilah karier Marx dimulai. Pemikiran Karl Marx merupakan adopsi antara filsafat Hegel, French, dan tentunya pemikiran dari David Ricardo (pemikir teori ekonom klasik). Bahkan Marx muda merupakan seorang hegelian. Analisa Karl Marx tentang kapitalisme merupakan aplikasi dari teori yang dikembangkan oleh G.W.F Hegel, dimana teorinya berpendapat jika,”sejarah berproses melalui serangkaian situasi dimana sebuah ide yang diterima akan eksis, tesis. Namun segera akan berkontradiksi dengan oposisinya, antitesis. Yang kemudian melahirkanlah antitesis, kejadian ini akan terus berulang, sehingga konflik-konflik tersebut akan meniadakan segala hal yang berproses menjadi lebih baik”.

Marx juga pernah menjadi seorang dosen di Universitas Bonn tetapi tidak lama. Lalu ia beralih menjadi seorang wartawan dan menerbitkan sebuah majalah yang di beri nama ”Rheinissche Zeitung”. Tetapi kareana di nilai terlalu radikal oleh pemerintahan Jerman saat itu maka Marx hendak ditangkap tetapi dia berhasil melarikan diri ke Prancis. Saat di Prancis Marx berkenalan tentang pemikiran revolusi karena Prancis saat itu merupakan negara terliberal. Selain itu marx juga belajar tentang penderitaan.

Pada tahun 1844 marx berkenalan dengan Fredrick Engels yang merupkan seorang sosialis dari London. Awal pesahabatan abdi antara Karl Marx-Engels ditandai dengan penulisan buku bersama yang berjudul ” Die Heiligie Familie ” (The Holy Family). Selain buku tersebut Marx dan Engels juga menerbitkan buku ”Das Capital” yang merupakan dasar dari ekonomi modern. Intisari buku tersebut berisikan antara lain :

  1. pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.

    2. pengenaan pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.

    3. pengapusan seluruh hak-hak warisan.

    4. penarikan kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.

    5. sentralisasi kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli yang bersifat eksklusif.

    6. sentralisasi alat-alat komunikasi, dan transportasi di tangan negara.

    7. perluasan pabrik dan alat-alat produksi yang dimilki oleh negara, menggarap tanah yang tanah, dan meningkatkan guna tanah yang sesuai dengan perencanaan umum.

Tujuh butir pemikiran pokok itu bersumber kepada teori nilai lebih yang di gunakan para kaum kapital sebagai alat pengeruk keuntungan. Dengan teori itu para pemilik modal dapat mendapatkan laba sebanyak-banyaknya dengan modal yang terbilang kecil. Dengan cara penmerasan terhadap para pekerjanya. Pemerasan tenaga dan kehidupan si pekerjanya. Teori tentang nilai lebih menyikap apa yang oleh Marx di sebut rahasia perekonomian kapitalis.

Sebagai salah seorang filsuf juga Marx banyak memperhatikan tentang kehidupan sosial di sekitarannya. Kemudian mulailah Marx memasuki dunia sosiolog. Konsentrasi pembahasannya adalah tentang ketertindasan masyarakat bawah (proletar) oleh kaum pemodal (kapitalis) serta, dampak ketertindasan tersebut bagi kehidupan mereka. Marx berkesimpulan bahwa segala sesuatu berawal dari faktor ekonomi. Ekonomilah yang mengawali kehidupan manusia menjadi seperti sekarang tergolong menjadi beberapa kelas sosial.

Marx juga membahas tentang Hak Milik Pribadi. Bagaimana keterasingan manusia dapat di akhiri dan manusia dijadikan utuh kembali seperti masa yang lalu. Marx membedakan tiga tahap umat manusia. Tahap pertama adalah masyarakat purba sebelum pembagian kerja dimulai. Seperti yang di trangkan di atas. Tahap kedia adalah tahap pembagian kerja sekaligus tahap hak milik pribadi dan tahap keterasingan. Tahap letiga adalah tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus. Jadi sitem hak milik pribadi bukanlah sebuah ”kecelakaan” sejarah melainkan tahap yang pasti dalam perjalanan umat manusia menuju tahap yang ketiga.

Sebelum kita mengenal sistem masyarakat kita yang seperti ini (stratifikasi) dahulu masyarakat kita hidup bersama-sama dan untuk tujuan yang sama. Dalam kehidupannya tidak ada perbedaan serta ketimpangan atau pengklasifikasian. Kehidupan seperti ini di sebut dengan kehidupan komunal primitif. Lalu pada masa bercocok tanam mulailah dalam kehidupannya manusia sudah mengenal pmbagian tugas serta jabatan dalam kehidupannya. Contohnya dalam suatu kelompok terdapat orang-orang yang ahli dalam berburu, ahli berfikir (strategi), kepercayaan (animisme), dsb. Disinilah sebenarnya awal dari penggolongan manusia di lihat dari kedudukannya dalam bermasyarakat. Yang kemudian berkembang menjadi lebih kompleks pada masa perundagian hingga feodalisme dan seterusnya hingga kini.

Dalam perjalanan kariernya marx banyak melakukan kritik. Salah satu kritiknya yang terkenal adalah keritiknya terhadap agama. Marx mengkritik bahwa agama adalah ”candu bagi masyaraka”t. Mengapa demikian? Karena agama dinilai hanya sebagai alat penghibur seseorang dalam keadaan sedang kesusahan. Singkatnya Marx mengkritik sikap manusia yang jika sedang dalam kesusahan berlari menghadap tuhannya dan jika sedang senang lupa akan tuhannya. Maka dari itu agama di anggap seperti candu yang sifatnya dapat memabukan dan hanya menghibur semata. Tentu kritik ini disesuaikan dengan keadaan lingkunagn masyarakat Marx pada saat itu. Jika kita refleksikan atau kita samakan dengan kehidupan masyarakat kita masa sekarang tentu tidak jauh berbeda. Dimana masyarakat kitapun banyak yang seperti itu. Tetapi kita pun tak boleh menyalahkan mereka yang seperti itu karena agama adalah urusan kita dengan tuhan kita masing-masing.

Selain kritik tentang agama Marx juga melakukan kritik terhadap Negara. Bagi Marx adanya negara membuktikan bahwa manusia terasing dari kesosialannya (kemasyarakatan) karena andaikata manusia sosial dengan sendirinya, tidak perlu ada negara yang memaksanya agar mau besifat sosial. Singkatnya manusia adalah makhluk yang secara hakiki adalah makhluk sosial. Karena itu rasa sosial manusia haruslah timbul dari dirinya sendiri dan negara tidak perlu ikut campur dalam rasa kesadaran bersosial manusia. Jadi keterasingan dasar manusia adalah keterasingannya dari sifat yang sosial. Tanda dari keterasingan itu adalah eksistensi atau peran negara sebagai lembaga dari luar memaksa individu untuk bertindak sosial sedangkan, individu itu sendiri semata-mata bersifat egois. Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran Marx yang lain dan jika di tuliskan akan memakan kertas yang menjuntai panjang. Ini semua hanyalah sedikit dari pemikiran tua yang revolusioner tak lekang di terpa zaman.