Selasa, 20 September 2011

Mitos Tanah Untuk Rakyat Tanah merupakan bagian kerak bumi bagian terlauar yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Pedosfer merupakan namanya dalam bahasa yunani. Tanah sangat pnting dalam kehidupan seluruh makhluk hidup, karena semua berpijak diatasnya. Bahkan dikatakan dalam dogma agama bahwa manusia terlahir dari segumpal tanah liat. Seorang filsuf kenamaan yunani empedocles mengatakan bahwa, tanah merupakan salah satu dari empat unsur pencipta kehidupan. Dan dari tanah jugalah terjadi peperangan yang tiada hentinya di bumi ini. Mulai dari masa Dinasti di Cina sampai Kekaisaran Romawi di semenanjung Italia. Maka dari itu tidak heranlah jika hari ini permasalahan mengenai tanah menjadi daerah yang rawan konflik/sengketa. Mulai dari penguasaan tanah adat sampai tanah perkebunan bahkan tanah-tanah liar yang tak bertuan. Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak pernah lepas dari masalah perihal sengketa tanah. Sengketa tanah antar keluarga, antar adat, masyarakat melawan perusahaan perkebunan, bahkan hingga petani dengan militer. Semua terjadi karena tanah. Kasus terakhir perihal sengketa lahan pertanahan, terjadi beberapa waktu lalu di daerah Kebumen – Jawa Tengah. Sengketa ini terjadi antara para Petani dengan pihak Militer. Petani yang merasa haknya terampas dan mata penghidupan terancam berusaha melawan para perampas yang tak lain adalah para aparatur pelindung rakyat. TNI. Masalah tanah di Indonesia tidak berhenti sampai di situ saja. Masih banyak lagi terjadi berbagai kasus sengketa tanah. Seperti di Trenggalek – Jawa Timur, antara perhutani dengan rakyat. Dan terjadi antara PTPN III dengan petani di Medan – Sumatra Utara. Sungguh ironi memang karena, kasus sengketa tanah kebanyakan menimpa para petani. Dan yang terparahnya pelaku sengketa kebanyakan adalah institusi pemerintah dan militer. Para petani yang seharusnya diberikan kemudahan atas jasa-jasanya kini mereka malah tertindas dan haknya terampas. Hal ini tentulah akan berdampak pada masa depan para petani Indonesia. Tanah yang sebagai modal produksi mereka saja kini susah didapat. Dalam keadaan pelik ini pemerintah menawarkan sebuah solusi sebagai jalan keluar. Solusi ini adalah RUU Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. RUU Pengadaan Tanah dinilai menjadi solusi terbaik dalam memecahkan masalah sengketa lahan di Indonesia. Dengan UU Pengadaan Tanah, diharapkan kebutuhan lahan untuk infrastruktur dapat mudah dipenuhi. Hal itu karena selama ini hambatan dalam pembangunan infrastruktur mulai dari jalan tol, pelabuhan, hingga bandara, terletak di pengadaan lahan yang sering kali tak dapat dipastikan kapan lahan dapat dibebaskan. Tapi apakah RUU ini akan tepat menjadi solusi, terutama bagi para petani. RUU ini sarat akan kepentingan kaum pemodal. Jika diperhatikan malah ini akan sebalaiknya. RUU ini akan dijadikan senjata ampuh oleh para kaum pemodal untuk menindas rakyat. Dan semakin menguntungkan para investor asing. Sebenarnya alangkah baiknya kita kembali kepada sejarah. Pada masa Soekarno sudah terdapat sebuah rumusan untuk menyelesaikan masalah lahan di Indonesia. Kita kenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria. UUPA 1960 adalah realisasi dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup orang banyak, dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA 1960 diharapkan akan mengakhiri derita kaum tani yang secara historis terbukti tangguh melawan pemerintahan kolonial dan terbukti kongrit partisipasinya dalam Perang Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia. Oleh karena itu bagi rakyat miskin, terutama petani gurem dan buruh tani, lahirnya UUPA 1960 merupakan tonggak yang sangat berharga untuk dilaksanakannya pembaruan agraria. Pemerintah seharusnya melihat empat faktor terpenting dalam pertanian. Pra-produksi, produksi, distribusi, dan konsumsi. RUU Pengadaan Tanah adalah dagelan politik yang justru akan membuat para petani makin sengsara. Lebih baik kembali kepada UUPA 1960 dan laksanakan Land Reform yang sejati. Selamat Hari Tani Nasional. Hidup Petani adalah Hidup Rakyat, dan Hidup rakyat adalah Hidup Indonesia. merdeeka !!!! Yusuf Budi.

Senin, 19 September 2011

Hak Atas Air Rakyat Dipertanyakan

Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Bahkan Thales berkata bahwa semua kehidupan itu berasal dari Air. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Air menjadi sangat penting bagi jalannya roda kehidupan semua makhluk tuhan. Tetapi kini Air menjadi sebuah barang yang komersil ditangan-tangan para kaum pemilik modal. Kita mengenal PAM Jaya, dan AETRA. Mereka adalah perusahaan-perusahaan pengelola Air guna dikonsumsi rakyat. Tentunya semua tidak dengan percuma atau gratis. Masyarakat diharuskan merogoh kocek cukup dalam untuk mendapatkan “pelayanan” dari kedua perusahaan itu. Setiap bulannya masyarakat yang menggunakan jasa mereka diharuskan membayar tagihan dengan angka yang sangat besar. Tidak peduli apakah aliran air menyala atau tidak ke rumah-rumah mereka. Belum lama ini kita sedang mengalami musim kemarau yang panjang. Debit-debit Air dibeberapa daerah berkurang. Bahkan beberapa daerah mengalami kekeringan yang cukup parah. Untuk seember air orang harus berjalan jauh sampai berkilo-kilo meter jauhnya, dan ada yang rela sampai memasuki hutan. Pemerintah bergerak lambat dalam menangani krisis air ini. PDAM yang rakyat andalkanpun tidak mampu menyediakan air. Kelangkaan Air sebenarnya bukan hanya karena kemarau. Jika kita lihat di televisi, kemaraulah yang menjadi kambing hitam. Krisis air terjadi bukan kali ini saja. Masyarakat Muara Angke, setiap hari merasakan krisis air. Padahal mereka menggunakan Jasa PAM Jaya atau Aetra, tetapi Air tetap tidak mencukupi. Contoh kasus yang lain terjadi di Pamulang, sumur-sumur warga disana terancam kering. Hal ini dikarenakan, terdapat sebuah perusahaan air minum swasta yang menyedot air tanah secara berlebih[1]. Masalah mengenai air akan terus berlanjut. Pemerintah bertanggung jawab atas Krisi Air yang terjadi di masyarakat. Air merupakan hak semua orang. Hal ini dijamin dalam UUD 45, "Air termasuk hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat," kata Wanda Hamidah anggota DPRD DKI Jakarta[2]. Jadi, masalah tentang air tidak berhenti disini, karena air merupakan kunci dalam kehidupan semua mahluk di bumi ini. Pemerintah wajib menyediakan air untuk seluruh rakyat. Tidak peduli dari golongan mana mereka berasal. Perusahaan air bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan problem ini. Perusahaan air malah memperkeruh keadaan dan mempersulit rakyat dalam haknya Atas Air. Jadi masih layakkah mereka ada (PAM Jaya dan Aetra). Jika negara-negara lain bisa (Singapore dan Malaysia) kenapa kita tidak. Yusuf Budi. [1] http://nusantara.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=34322 [2] http://megapolitan.kompas.com/read/2011/09/13/15584325/Hak.Atas.Air.Warga.Jakarta.Dipertanyakan